Jumat, 30 Oktober 2015

Sekilas tentang Panjangnya Rantai Pemasaran Komoditas Manggis


Hello, our blogspot readers! Ini adalah post pertama kami. Di post pertama ini, kami akan membahas tentang salah satu dari banyak permasalahan pertanian di Indonesia, yaitu panjangnya rantai pemasaran. Dan untuk post kali ini, kami akan membahas tentang study kasus panjangnya rantai pemasaran untuk buah manggis di Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.


Komoditi buah-buahan yang dimiliki oleh Indonesia mempunyai peluang untuk menembus pasar internasional, salah satunya adalah buah manggis. Manggis adalah salah satu komoditi yang memberikan kontribusi cukup besar. Analisis terhadap kecenderungan permintaan konsumen di beberapa negara importir menunjukkan bahwa manggis menjadi komoditi yang sangat diminati oleh konsumen internasional. Negara yang menjadi tujuan utama ekspor adalah Taiwan, Hongkomg, Singapura. Tasikmalaya sebagai salah satu sentra buah manggis yang ada di Jawa Barat, memilih manggis sebagai komoditi unggulannya untuk mengembangkan komoditi hortikultur. Permasalahan dalam aspek pemasaran banyak ditentukan oleh peranan lembaga pemasaran yang berfungsi sebagai penghubung dan akan membentuk pola jalur distribusi manggis. Untuk pemasaran buah-buahan termasuk manggis, penanganan pasca panen belum sepenuhnya dilakukan dengan baik oleh lembaga pemasaran. Disamping itu, sebaran marjin pemasaran pun belum merata.

Penelitian yang dilakukan adalah studi kasus di Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Secara umum terdapat delapan pola saluran pemasaran. Dari petani manggis disalurkan ke bandar kampung atau langsung melalui pengepul yang akan disalurkan kembali ke pedagang pengecer lokal. Melalui pengepul ini pula manggis disalurkan ke pedagang grosir di Bandung, yang menjual kembali manggis ke pedagang pengecer, baik pengecer lokal maupun pengecer di Bandung. Untuk pasar luar negeri, manggis disalurkan oleh pengepul melalui eksportir. Petani menjual manggis melalui dua cara yaitu dengan panen tebasan dan panen sendiri. Dalam sistem tawar menawar ini harga pembelian didasarkan pada kesepakatan antara pelaku-pelaku pasar. Petani tebasan dalam menetapkan harga manggis dipengaruhi oleh kebutuhan yang mendesak. Kondisi ini menyebabkan posisi petani, terutama petani tebasan lemah dan cenderung bersikap sebagai penerima harga.

Dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran yang terjadi di Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya sangat panjang dan kurang efisien, dapat dilihat dari banyaknya lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran manggis. Saluran yang panjang menyebabkan total marjin pemasaran besar dan farmer share yang diterima oleh petani lebih kecil. Secara keseluruhan, sebaran marjin pemasaran belum merata dan share yang diterima oleh petani masih rendah. 

Terdapat beberapa cara untuk memperpendek rantai pemasaran untuk komoditi manggis:
1. Dalam pelaksanaan fungsi pemasaran terutama fungsi fisik untuk komoditi manggis ekspor perlu diperhatikan lagi, karena penanganan manggis untuk ekspor mulai dari pemanenan sampai manggis diangkut memerlukan perlakuan yang khusus. 
2. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah atau instansi terkair seperti PPL diantaranya adalah memberikan penyuluhan dan pembinaan yang berkesinambungan mengenai pelaksanaan budidaya untuk menghasilkan manggis bermutu baik.
3.  Untuk dapat mengangkat kesejahteraan petani dimana farmer share yang diterima dapat lebih besar, sebaiknya rantai pemasaran tidak terlalu panjang. Hal ini dapat dilakukan bila petani dapat menjual langsung manggis dengan sistem panen sendiri ke pengepul.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar